Minggu, 18 Januari 2009

para pelaku seni

Maria Wiwik Penyanyi Lagu Dayak Mualang Kalimantan barat ( asal Ketapang campur Pahuman) kostum yang digunakan kostum Dayak Mualang
Tari Pedang Dayak Mualang di masa lalu, menggunakan baju Book th. 1848
TARI KALIMANTAN BARAT
PEDANG MUALANG ( IBANIC GROUP ) Kab. Sekadau

Tari Pedang Mualang adalah sebuah tarian tunggal tradisional yang di sajikan di masa kini untuk menghibur masyarakat dalam setiap acara tradisional. misalnya: Gawai Dayak ( pesta panen padi ), Gawai Belaki Bini ( pesta pernikahan ) dll. Tari ini lebih menekankan pada Gerakan aktraktif menggunakan pedang dalam menyerang maupun menangkis serangan lawan demikian juga menjadikan pedang sebagai objek yang di mainkan baik di kepala maupun di bahu serta keahlian melakukan putaran pedang. Di masa lalunya, tari Pedang Mualang di lakukan oleh para kesatria sebagai motivasi mendatangkan semangat perang sebelum turun melakukan ekspedisi Mengayau. Hal ini di maksudkan untuk memperkuat keyakinan mereka bahwa mereka harus menang dalam melawan serangan maupun dalam menyerang lawannya. Tari ini diiringi oleh tebah tradional yang disebut tebah Undup Banyur tetapi ada kalanya dilakukan dengan Tebah Undup Biasa. kini Tarian Pedang Mualang, mulai terancam punah karena tidak banyak lagi tua – tua yang menurunkan tarian ini kepada generasi mudanya. Tokoh yang masih bisa melakukan tari Pedang ini yaitu: Bapak Kemiyu dan Bapak Mundus dari Kampung Merbang Kecamatan Belitang Hilir Kabupaten Sekadau.


keluarga Ipar. datang dari Amerika untuk meneliti tattoo Dayak Iban


Amadeo Sylvester Keling Panurian
Generasi penerus kesenian Dayak kalimantan Barat di Foto waktu 3 hari sesudah lahir.
lahir tanggal 31 Desember 2008 fototgl 3 Januari 2009





Kegiatan - kegiatan kesenian

Seorang Dara Dayak Kalimantan Barat sedang menari pada waktu parena busana Gawai Dayak th 2008. setiap tahun masyakat Dayak akan mengadakan Event Gawai dayak tiap tanggal 20 Mei. menjadi rutinitas setiap tahun
Penari dan Pemusik Sanggar Senggalang Burong

Panglima Edi barau sedang menari ( Dayak Iban )


Agus Franky sedang bermain sapek

Alexandrian Mualang mengenakan Rompi Khas Dayak Mualang ( Ibanic Group)





Selasa, 16 Desember 2008

MAIN LALAU


Main Lalau merupakan sebuah aktivitas masyarakat Dayak dalam mengambil madu lebah untuk keperluan rumah tangga. Proses pengambilan tersebut di sebuah pohon kayu yang tinggi dan besar ( Pohon Tapang ). Pengambilan madu ini, syarat dengan unsure magis dan sacral, karena di dalamnya selain melakukan aktivitas Muar Muanyik (menurunkan lebah), terdapat juga sebuah sastra tua sebagai mantra yang dilantunkan untuk menimang lebah agar tidak menyengat. Demikian juga masyarakat Dayak percaya sebuah pohon Tapang yang terdapat madu lebah, ada penunggunya yakni makhluk halus yang di sebut Kama’ Baba. seseorang yang datang memanjat pohon jika tidak melakukan upacara ritual akan mendapat celaka, misalnya: jatuh dari pohon, tersengat lebah dsb. Mengambil madu lebah disertai dengan melantunkan mantra itulah yang di sebut main lalau.

Sejalan dengan perkembangan masuknya pembangunan dan teknologi sampai merambah masyarakat pedalaman, maka Main Lalau mulai jarang dilakukan oleh masyarakat Dayak, hal ini disebabkan oleh berbagai factor yang memberikan pengaruh cukup besar dilingkungan masyarakat pedalaman. Faktor tersebut antara lain adalah;

  1. Mulai berkurangnya keberadaan rimba perawan tempat bersarangnya lebah-lebah.
  2. Tidak terwarisinya Main Lalau kepada Generasi muda Dayak yang sarat akan nilai tradisional yang tetap menjaga keseimbangan ekosistem alam.

Masalah-masalah diatas merupakan factor yang membuat prihatin sebagian orang, hal ini menyangkut keberadaan hutan dan kelestarian ekosistem. Dengan kata lain ada banyak masalah yang ditimbulkan karena kehancuran hutan sebagai super market bagi masyarakat pedalaman. Karena ketergantungan hidupnya terhadap hutan sangatlah besar, termasuk semua kegiatan, kesenian dan kebutuhan akan madu lebah. Mengingat akan punahnya kearifan tradisional dalam Main Lalau pada masyarakat Dayak, maka sebagai seorang putra asli Kalimantan Barat, merasa terpanggil untuk mengangkat Main lalau menjadi sebuah Tarian Utuh sebagai bentuk kepedulian dalam penyampaian pesan bagi penguasa menunjukan kepeduliannya terhadap pelestarian hutan dan segala sesuatu di dalamnya Demikian juga, sebagai seorang koreografer, kali ini mencoba peduli melalui sebuah karya seni pertunjukan yang mengangkat Main Lalau sebagai karya yang peduli terhadap kelestarian ekosistem tersebut, kedalam bentuk seni pertunjukan yang di konsumsi secara visual sebagai seni tontonan.